Wakaf

Potensi Wakaf Indonesia Capai Rp181 Triliun, Baru 0,02 Persen Tergarap

Potensi Wakaf Indonesia Capai Rp181 Triliun, Baru 0,02 Persen Tergarap
Potensi Wakaf Indonesia Capai Rp181 Triliun, Baru 0,02 Persen Tergarap

JAKARTA - Indonesia menyimpan potensi besar dari sektor wakaf, namun realisasinya masih jauh dari harapan. Saat ini, penghimpunan dana wakaf baru mencapai Rp3,4 triliun dari total potensi yang mencapai Rp181 triliun, atau baru sekitar 0,02 persen dari keseluruhan nilai potensialnya.

Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Tatang Astarudin, mengungkapkan masih banyak tantangan yang membuat potensi besar tersebut belum tergarap maksimal. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kesadaran dan literasi masyarakat dalam berwakaf, terutama dalam konteks wakaf untuk peradaban.

“Wakaf belum menjadi sebuah gerakan,” ujar Tatang dalam acara Waqf Goes to Campus di Universitas Brawijaya, Malang. Ia menilai, ketika wakaf sudah menjadi gerakan bersama, masyarakat akan lebih militan dalam mengembangkan dan menyalurkan wakaf.

Kampus Jadi Pusat Sosialisasi dan Literasi Wakaf Nasional

Menurut Tatang, perguruan tinggi memiliki peran penting dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk berwakaf. Kampus bukan hanya tempat sosialisasi, tetapi juga bisa menjadi pusat kajian untuk meneliti pemanfaatan wakaf serta menelaah berbagai hambatan, baik regulasi, literasi, maupun kepercayaan publik.

Ia menjelaskan, jika sosialisasi wakaf dilakukan secara konsisten melalui dunia pendidikan, maka mahasiswa dapat menjadi agen perubahan dalam menyebarkan semangat berwakaf. “Kampus harus menjadi ruang untuk memperkuat gerakan wakaf melalui pendidikan dan penelitian,” katanya.

Tatang menilai, kepercayaan (trust) masyarakat terhadap pengelola wakaf juga masih menjadi persoalan penting. Banyak masyarakat yang masih ragu karena tidak semua pengelola memiliki kompetensi dan transparansi yang memadai dalam mengelola dana wakaf.

Karena itu, BWI menekankan pentingnya menambah jumlah pengelola atau nadhir yang benar-benar kompeten di bidangnya. Saat ini, terdapat 450.000 nadhir untuk wakaf tanah, tetapi untuk wakaf uang jumlahnya masih sangat sedikit, hanya sekitar 500 lembaga saja.

Ia menjelaskan, nadhir wakaf merupakan pihak yang menerima serta mengelola harta wakaf dari wakif atau pemberi wakaf. Mereka berperan memastikan harta wakaf dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tujuan sosial dan keagamaan yang diamanahkan.

Potensi Wakaf di Jawa Timur Capai 20 Persen dari Nasional

Tatang menegaskan bahwa potensi wakaf nasional tersebar dalam tujuh kluster utama, yang mencakup perguruan tinggi, pesantren, diaspora, hingga masyarakat yang menikah. Dari total potensi Rp181 triliun, Jawa Timur menyumbang sekitar 20 persen dari keseluruhan nilai tersebut.

Ia mencontohkan, jika masyarakat yang menikah setiap tahun — sekitar 1,4 juta pasangan — menyisihkan sebagian dananya untuk wakaf, maka jumlah dana yang terhimpun akan luar biasa besar. “Kalau orang yang menikah itu bisa mengalihkan sebagian dananya untuk perayaan dengan wakaf, betapa banyak dana wakaf yang berhasil dihimpun,” ujarnya.

Menurutnya, potensi tersebut dapat menjadi kekuatan ekonomi baru jika dikelola secara produktif dan transparan. Ia menilai, perlu ada gerakan besar untuk membangkitkan kesadaran masyarakat agar menjadikan wakaf sebagai bagian dari gaya hidup sosial.

Upaya sosialisasi wakaf, lanjut Tatang, bisa dilakukan melalui berbagai pendekatan pendidikan. Perguruan tinggi dapat mengintegrasikan materi wakaf dalam kurikulum atau mata kuliah khusus, sehingga mahasiswa tidak hanya memahami konsepnya, tetapi juga memiliki kecakapan praktis dalam mengelola wakaf.

“Jika mahasiswa belajar dan meneliti tentang wakaf, maka ekosistem literasi dan implementasinya akan semakin luas,” tambahnya. Dengan begitu, dunia akademik dapat berperan aktif dalam membangun peradaban ekonomi berbasis wakaf.

UB Kembangkan Dana Abadi dan Beasiswa dari Program Wakaf

Rektor Universitas Brawijaya (UB), Widodo, menegaskan bahwa tantangan utama dalam menggerakkan masyarakat berwakaf terletak pada minimnya kesadaran dan keyakinan terhadap manfaat wakaf produktif. Menurutnya, masyarakat cenderung lebih mudah diajak berwakaf untuk kegiatan keagamaan, tetapi sulit untuk sektor pendidikan.

“Kalau masyarakat diajak berwakaf untuk mengembangkan pendidikan, itu masih sulit,” kata Widodo. Oleh karena itu, UB berkomitmen untuk membantu Badan Wakaf Indonesia dalam mengembangkan dan mensosialisasikan konsep wakaf kepada masyarakat luas.

Sebagai bentuk nyata, Universitas Brawijaya telah menjalankan program wakaf pendidikan melalui Dana Abadi UB. Dana tersebut berhasil menghimpun sekitar Rp80 miliar, yang kemudian dimanfaatkan untuk memberikan beasiswa kepada ratusan mahasiswa.

“Kami sudah memberikan beasiswa kepada ratusan mahasiswa, meski jumlahnya masih kecil karena dana yang dihimpun juga masih relatif terbatas,” jelas Widodo. Ia berharap, dengan dukungan masyarakat dan peningkatan literasi wakaf, program tersebut dapat berkembang lebih besar ke depan.

Widodo menegaskan bahwa wakaf untuk pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang manfaatnya dapat dirasakan lintas generasi. Dengan pengelolaan yang baik, wakaf dapat menjadi sumber pendanaan alternatif bagi pengembangan kualitas pendidikan nasional.

Pemda Dorong Wakaf Jadi Pilar Pembiayaan Pembangunan

Dukungan terhadap pengembangan wakaf juga datang dari pemerintah daerah. Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, Akhmad Jazuli, menilai bahwa wakaf harus dijadikan salah satu pilar utama pembiayaan pembangunan peradaban, terutama dalam bidang pendidikan.

“Wakaf bisa menjadi sumber daya ekonomi yang berkelanjutan jika dikelola dengan benar,” ujarnya. Karena itu, ia mendorong agar perguruan tinggi segera membentuk kepengurusan nadhir di lingkungan kampus masing-masing.

Langkah ini dinilai penting agar kampus tidak hanya berperan sebagai tempat sosialisasi, tetapi juga menjadi bagian aktif dari sistem pengelolaan wakaf nasional. “Kita ingin wakaf menjadi gerakan bersama yang ada di semua kampus,” kata Jazuli.

Sementara itu, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menyatakan dukungan penuh terhadap upaya pengembangan wakaf di wilayahnya. Ia menilai, konsep wakaf produktif untuk pendidikan sangat sejalan dengan citra Kota Malang sebagai Kota Pendidikan.

Pemerintah Kota Malang berkomitmen memfasilitasi dan mendorong kolaborasi antara kampus, lembaga wakaf, dan masyarakat agar potensi wakaf bisa dimaksimalkan. “Kami ingin semangat wakaf tumbuh dari kampus dan menjalar ke seluruh lapisan masyarakat,” tegas Wahyu.

Wakaf Sebagai Gerakan Nasional untuk Pemberdayaan Umat

Para pemangku kepentingan sepakat bahwa keberhasilan wakaf tidak hanya bergantung pada regulasi dan lembaga pengelola, tetapi juga pada partisipasi masyarakat secara luas. Kesadaran kolektif untuk berwakaf menjadi kunci dalam menjadikan wakaf sebagai gerakan nasional.

Tatang Astarudin menegaskan kembali bahwa jika wakaf sudah menjadi gerakan sosial, maka keberlanjutan dan dampaknya terhadap peradaban akan sangat besar. Ia percaya bahwa wakaf bukan hanya ibadah, tetapi juga solusi konkret untuk mengatasi berbagai persoalan sosial dan ekonomi bangsa.

Dengan potensi mencapai Rp181 triliun dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi dan pemerintah daerah, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadikan wakaf sebagai motor penggerak kemandirian ekonomi umat. Gerakan wakaf produktif diharapkan mampu memperkuat fondasi sosial, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index